Rindu (2)

Bagaimana saya membahasakan pertemuan? Begitu cepat Tuhan meringkus ruang dan waktu untuk sebuah pertemuan. Begitu sabar kamu menjaga hati untuk ukuran jarak dan minggu yang tanpa pertemuan. Apakah pertemuan menuntaskan rindu? Tak ada rindu yang tersampaikan. Mungkin belum ambang batas untuk meluap. Mungkin terlalu bising untuk ruang yang padat. Mungkin jarak belum jauh. Mungkin waktu belum beku. Mungkin ini bukan rindu. Apa diksi yang tepat untuk sebuah rasa yang terus tertinggal pada bayang-bayang memorable kita, bila bukan rindu? Apakah rindu mu dan rindu ku adalah objek yang saling? Kita perlu duduk dan berdiskusi tentang kata yang lewat. Tentang pesan yang belum tersampaikan. Tentang setiap jarak. Tentang waktu yang hilang. Tentang hujan dan kelabu. Tentang terbit dan terbenam. Tentang secangkir kopi. Mungkin ada senja dan rindu diantara semuanya. Dan selalu ada kamu dan jarak dalam setiap pikir dan rasa ku. Jadi, bagaimana kita mendefinisikan rindu?

Dahulu, sebelum semua gravitasi berpusat padamu. Ada banyak kata yang dapat menjelaskan rindu. Rindu adalah tumpukan sajak dengan satu objek. Rindu adalah ruang kosong yang sepi. Rindu adalah sudut gelap yang dingin. Rindu adalah langit kelabu yang sendu. Rindu adalah mimpi hitam yang menyisakan air mata. Rindu adalah malam hari yang tak purnama. Dan kamu meniadakan segala kalimat yang mengartikan rindu. Pada seorang kamu, rindu tak menemukan maknanya. Rindu dengan banyak kemungkinan makna. Rindu menjadi kata asing yang sulit dideteksi. Kita hanya perlu menyepakati tentang makna. Makna dari rindu.

Jangan cemburu pada rindu. Kamu yang menjadi penyebabnya. Itu hanya bentuk akibat yang kau sebabkan. Apakah rindu penyebab pertemuan? Ataukah pertemuan (lagi) yang menyisakan rindu (kembali)? Kapan lingkarnya akan berakhir? Kamu kah yang ada dipusat lingkarnya? Bila ku definisikan rindu ku adalah kamu, apakah rindu mu (juga) adalah aku?