Maha Adil atau Maha Kuasa..?

Ada sebagian orang menganggap bahwa hidup manusia di dunia ini hanya sekedar pewayangan saja, dimana manusia hanya dapat menjalankan kehidupan yang sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa.  Namun sebagian lain menganggap bahwa manusia adalah raja bagi sejarahnya sendiri, segala sesuatu peradaban dan perjalanan sejarah manusia ditentukan oleh tingkah laku manusia itu sendiri.

Argumentasi orang yang menganggap bahwa hidup ini merupakan pewayangan adalah sebagai wujud kekuasaan Tuhan untuk menentukan dan mengatur alam semesta termasuk kehidupan manusia tentunya.  Kelahiran, rejeki, jodoh, dan kematian merupakan misteri yang tidak terjawab, dan itu hanya Tuhan yang tahu.  Manusia tidak tahu kapan dan sebagai apa ia lahir, rejekinya berapa, jodohnya siapa, dan kapan serta dimana ia akan mati, sebelum itu semua terjadi.  Manusia baru dapat mengetahuinya setelah ada kejadian.  Dari sini jelas bahwa manusia sekuat apa pun usahanya tidak akan mampu menentang kuasa Tuhan.  Dengan demikian kejadian apa pun di dunia ini terjadi karena kehendak Tuhan, manusia hanya menerima saja hasilnya, baik buruk manusia telah ditentukan sebelumnya, kita hanya bisa berharap semoga masuk ke dalam golongan yang beruntung.

Di sisi lain orang yang menganggap bahwa manusia raja sejarah penentu kehidupannya didasarkan pada keistimewaan manusia untuk menentukan jenis kehidupannya.  Banyaknya alternatif menjadikan manusia sebagai pusat kebijakan.  Kelahiran seseorang pada dasarnya adalah akibat perbuatan dua orang manusia yang melakukan pencampuran antara sperma dan ovum, bila pencampuran sel haploid menjadi diploid itu tidak terjadi, maka sampai kapanpun kelahiran itu tidak akan terjadi.  Pun dengan rejeki seseorang, besarnya akan ditentukan oleh kuatnya usaha dia sendiri serta lingkungan pendukungnya.  Jodoh manusia juga tergantung usaha manusia itu sendiri, gak ada ceritanya nongkrong aja di kamar, tau-tau ada yang ngetok pintu terus ngomong aku jodoh kamu.  Kematian pun sama saja, tidak ada cerita orang yang otak dan jantungnya berenti masih hidup, yang beda adalah cara untuk menghentikan kerja otak dan jantungnya itu.  Dengan demikian apa-apa yang terjadi dengan manusia ditentukan oleh manusia itu sendiri.

Dua argumentasi di atas selalu menjadi perdebatan yang tiada akhir.  Sekedar bahan renungan silahkan simak cerita fiktif ini :

Di negeri antah berantah telah terjadi kiamat, dan masing-masing orang telah diberi ganjaran sesuai dengan amalannya masing-masing, yang beriman diberi ganjaran surga sebagaimana yang telah dijanjikan Tuhan di dunia melalui wakil-Nya, demikian pula orang kafir disiksa dalam neraka yang demikian pedih.  Tiba-tiba di surga ada orang protes kepada Tuhan karena ia hanya diberikan surga paling rendah.  “Ya Tuhan kenapa aku hanya dikasih surga emperan kayak gini ?” tanya Onyon pada Tuhan, lalu dijawab, “Hai (biasanya Tuhan ngomong gitu kan ?) Onyon, seharusnya kamu termasuk orang-orang yang bersyukur, kamu itu mati ketika masih bayi, maka gak ada satu pun amalan yang kamu lakukan, wajar saja kamu dapat surga terendah”.  Onyon menukas, “Ya Tuhan itu bukan salahku, kenapa aku dimatikan waktu kecil, coba kalo dipanjangkan umur, maka aku akan menjalankan semua perintah-Mu dan menjauhi semua larangan-Mu”.  Tuhan lalu berfirman, “Tahukah kamu ?  Jika kamu dipanjangkan umurnya maka justru kamu akan menjadi orang yang dzalim dan kafir, kamu akan dimasukan ke neraka jahanam seperti Si Mat Kafirin, maka bersyukurlah Onyon……!”.  Saking kerasnya, Si Mat Kafirin yang lagi disiksa di neraka mendengar firman Tuhan itu berteriak dengan kerasnya sambil menahan sakit, “Ya Tuhan sungguh Engkau tidak adil, kalau tahu aku akan jadi penjahat besar, kenapa tidak Kau matikan aku sewaktu kecil……..?”  Pertanyaan dan penyesalan itu hilang tak terjawab.

Dua argumentasi yang dikemukakan sebelum cerita di atas bagaikan hal yang kontradiktif, di satu sisi, jika manusia adalah wayang yang menjalankan skenario Tuhan, akan menunjukan ketidakadilan Tuhan, kenapa ada orang yang disebut jahat dan baik ? tokh keduanya hanya menjalankan kehendak Tuhan.  Namun jika menganggap bahwa manusialah segalanya, dimanakah kekuasaan Tuhan untuk mengatur kehidupan umat manusia ?

Manusia akan sulit menjawabnya, karena manusia tidak tahu apa yang akan terjadi detik berikutnya secara pasti.  Tapi ada guyonan yang mungkin bisa kita renungkan juga.  Jika kita dilahirkan dari keluarga miskin itu adalah kehendak Tuhan, tapi kalau kita dapat mertua miskin itu adalah KEBODOHAN KITA sendiri.

Tinggalkan komentar